Klise Paranoid

Mengejar titik hitam leluasa berlangsung lama. Beribu persiapan dan koper dari jauh hari. Tapi bergerak lambat kayak siput berumah kura-kura. Terlalu banyak perlengkapan bagus, gak bisa jalan. Lain dengan penyu berumah tutut. Ringan tapi bahaya. Dua-duanya gak bagus. Wedus juga udah cocok sama rambut keriting. Ya mau gimana lagi..

Sampai di titik hitam. Rumah apa yang aku bawa? Cuma satu. Siput atau kura-kura. Aku pilih kura-kura. Cangkang hijau zamrud nan mahal membuatku pede. "Hai Fred!" kataku merangkulnya, berjuang bersama kura-kura Brazil yang kupinjam rumahnya. Pede bawa sial atau untung? Tebak! Penyosokan jawaban dimulai di titik merah penghabisan. Di sini masih titik hitam leluasa. Cabut!

Whoop rumah kura-kura ternyata berat, tapi gak mampu melindungi badanku yang gembrot ini. Ingin berteriak tapi teriakanku gak sebagus "tri-angle". Butuh bertahun latihan teriak seperti si Max itu. Dan itu pun gak ngejamin. Ngapain lagi dong kalo gak bisa teriak? Lompat? Takut kalah sama kodok. Nyanyi? Ah, a-capella "kenapa" dalam bahasa Jepang pun masih merinding dengernya. Apalagi tangga suara di huruf "O". Bunuh diri? Lha ngapain, kapan mau ke titik merah?

Lihat Tokyo Dome. Renungkan berbagai jenis debut lahir di sana. Kelahiran yang berakhir cepat atau lambat, macam-macam. Dari dulu, dari zaman abang dino sampai hari ini matahari sama bulan selalu gantian terbit-tenggelam. Pas matahari tenggelam, dia gak pernah protes. Apalagi ngata-ngatain si bulan belagu. Ribuan abad loh! Kita yg umurnya jauh gak lebih tua dari mereka harusnya mencontoh.
1 Response
  1. b^^d
    LIKE bahasanya,,

    sbnrnya mah g' ngrti mksdnya,, ^^a